Rabu, 26 Oktober 2011 di 21.47 |  
FASCIOLA GIGANTICA
a. Definisi dan Karakteristik
Cacing Fasciola terdapat dua spesies yang penting tersebar diseluruh dunia adalah :
1. Fasciola hepatica ( wilayah iklim dingin sampai sedang), parasit pada hati domba
2. Fasciola gigantika ( beriklim tropis ), parasit pada hati sapi

Klasifikasi
Kingdom : Animalia

Phylum : Platyhelminthes

Class : Trematoda

Subclass : Digenea

Order : Echinostomida

Family : Fasciolidae

Genus : Fasciola

Species : F. gigantica










Fasciola gigantica adalah parasit yang cukup potensial penyebab fascioliasis atau distomatosis. Di Indonesia fascioliasis merupakan salah satu penyakit temak yang telah lama dikenal dan tersebar secara luas. Keadaan alam Indonesia dengan curah hujan dan kelembaban yang tinggi, dan ditunjang pula oleh sifatnya yang hemaprodit yakni berkelamin jantan dan betina akan mempercepat perkembangbiakan cacing hati tersebut. Cacing ini banyak menyerang hewan ruminansia yang biasanya memakan rumput yang tercemar metacercaria, tetapi dapat juga menyerang manusia.
b. Morfologi dan anatomi secara umum
Fasciola gigantica bentuknya pipih seperti daun dan habitat utamanya di hati maka dikenal dengan nama cacing hati. tubuhnya pada umumnya lebih besar dibandingkan F. hepatika dengan panjang 25 – 75 mm dengan lebar 12 mm. Bentuk yang lebih spesifik lebih langsing dan bahu yang lebih sempit. Ventral sucker lebih besar dibanding oral sucker. F. gigantica terlihat lebih transparan jika dibandingkan dengan F. hepatica.
Secara skematis F. gigantica dan F. hepatica dapat dibedakan :

Morfologi
F GIGANTICA
F. HEPATICA

- Tubuh
- Bahunya
- Penampakan
- oral dan ventral sucker
- ukuran telur
- warna tubuh
Lebih langsing
Menyempit
Lebih transparan
Hampir sama besar

156-197 X 90-104
coklat abu-abu
Lebih besar
Melebar
Agak tebal
Ventral sucker lebih besar
130-150 X 63 –90
coklat abu-abu

Fasciola mempunyai batil isap mulut. Mulut melanjut ke faring dan esophagus yang bercabang dua, yang kemudian beranting-ranting banyak. Saluran pencernaannya adalah ruang gastrofaskular.
Sistem ekskresi dimulai dari sel-sel nyala (penyembur) terus ke saluran ekskresi longitudinal dan bermuara dibagian posterior.
Sistem saraf berupa system saraf pada Planaria yakni Sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak di bagian anterior tubuh. Kedua ganglia ini dihubungkan oleh serabut-serabut saraf melintang dan dari masing-masing ganglion membentuk tangga tali saraf yang memanjang ke arah posterior. Kedua tali saraf ini bercabang-cabang ke seluruh tubuh.












c. Siklus Hidup dan Penyebaran
Ada tiga cara larva infektif cacing hati setelah masuk ke dalam tubuh sampai ke organ hati hewan yang terinfeksi.
- Pertama ialah ikut bersama aliran darah, kemudian menembus kapiler darah, terus ke vena porta dan akhirya sampai ke hati.
- Kedua, dari lambung (abomasum) menembus mucosa usus (duodenum), ke saluran empedu dan akhirnya sampai ke parenkhim hati.
- Ketiga, yang umum terjadi adalah setelah menembus usus menuju peritonium, lalu menembus kapsula hati yang akhimya sampai ke hati (Arifin, 2006).
Cacing dewasa hidup dalam saluran empedu hospes definitif (terutama ruminansia kadang juga orang). Cacing bertelur dan keluar melalui saluran empedu dan keluar melalui feses. Telur berkembang membentuk meracidium dalam waktu 9-10 hari pada suhu optimum. Meracidium mencari hospes intermedier siput Lymnea rubiginosa dan berkembang menjadi cercaria. Cercaria keluar dari siput dan menempel pada tanaman air/rumput/sayuran. Cercaria melepaskan ekornya memmbetuk metacercaria. Bila rumput/tanaman yang mengandung metacercaria dimakan oleh ternak/orang, maka cacing akan menginfeksi hospes definitif dan berkembang menjadi cacing dewasa (Arifin, 2006).
Cacing dalam saluran empedu menyebabkan peradangan sehingga merangsang terbentuknya jaringan fibrosa pada dinding saluran empedu. Penebalan saluran empedu menyebabkan cairan empedu mengalir tidak lancar. Disamping itu pengaruh cacing dalam hati menyebabkan kerusakan parenchym hati dan mengakibatkan sirosis hepatis. Hambatan cairan empedu keluar dari saluran empedu menyebabkan ichterus. Bila penyakit bertambah parah akan menyebabkan tidak berfungsinya hati (Mohammed, 2008)
Cacing memang memerlukan kondisi lingkungan yang basah, artinya cacing tersebut bisa tumbuh dan berkembang biak dengan baik bila tempat hidupnya berada pada kondisi yang basah atau lembab. Pada kondisi lingkungan yang basah atau lembab, perlu juga diwaspadai kehadiran siput air tawar yang menjadi inang perantara cacing sebelum masuk ke tubuh ternak (Arifin, 2006).
Cacing ini merupakan entoparasit yang melekat pada dinding duktus biliferus atau pada epithelium intestinum atau pada endothelium venae dengan alat penghisapnya. Makanan diperoleh dari jaringan-jaringan, sekresi dan sari-sari makanan dalam intestinum hospes dalam bentuk cair, lendir atau darah. Di dalam tubuh, makanan dimetabolisir dengan cairan limfe, kemudian sisa-sisa metabolisme tersebut dikeluarkan melalui selenosit. Perbanyakan cacing ini melalui auto-fertilisasi yang berlangsung pada Trematoda bersifat entoparasit, namun ada juga yang secara fertilisasi silang melalui canalis laurer (Mohammed, 2008).
Suhu yang diperlukan mirasidium untuk dapat hidup adalah di atas 5-6 °C dengan suhu optimal 15-24 °C. Mirasidium harus masuk ke dalam tubuh siput dalam waktu 24-30 jam, bila tidak maka akan mati. Kemudian, telur dari jenis Fasciola gigantica menetas dalam waktu 17 hari, berkembang dalam tubuh siput selama 75-175 hari, hal ini tergantung pada suhu lingkungannya (Levine, 1990).
Didalam tubuh ternak yang terinfeksi cacing hati dewasa berpredeleksi didalam pembuluh empedu hati. Selain hidup dari cairan empedu , cacing juga akan merusak sel-sel epitel dinding empedu untuk menghisap darah., sedangkan cacing muda bermigrasi pada parenkim hati dan dapat merusak dan memakan parenkim hati kemudian bermigrasi ke pembuluh empedu.
Catatan : cairan empedu bersuasana alkalis dan mengandung garam empedu,pigmen empedu, kholesterol, lechitin dll .













d. Akibat, Pencegahan dan Penanggulangan
Manifestasi klinik Fasioliasis tergantung dari jumlah metaserkaria yang termakan oleh penderita. Dalam jumlah besar metaserkaria menyebabkan kerusakan hati, obstruksi saluran empedu, kerusakan jaringan hati disertai fibrosis dan anemia. Frekuensi invasi metaserkaria sangat menentukan beratnya Fasioliasis. Kerusakan saluran empedu oleh migrasi metaserkaria menghambat migrasi cacing hati muda selanjutnya.
Penggunaan obat anti parasit internal (cacing) dalam pemeliharaan sapi adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh peternak, karena infestasi cacing adalah suatu fenomena yang akan terus berulang secara periodik dalam siklus pemeliharaan. Beberapa tehnik sederhana dalam melakukan kontrol terhadap infestasi cacing pada ternak sapi dapat dilakukan dengan cara mengatur pemberian pakan dan mengatur waktu pemotongan rumput, suatu hal yang tentunya tidak dapat dilakukan bila sapi dibiarkan mencari pakan sendiri di padang rumput (Mohammed, 2008).
Pembuatan kompos dari kotoran sapi juga akan memutus siklus hidup parasit, karena telur cacing akan menyebar melalui kotoran sapi, sehingga bila kotoran sapi dikumpulkan dan digunakan untuk membuat kompos maka siklus hidup cacing akan terputus dengan sendirinya, karena adanya pemanasan pada proses dekomposisi kotoran sapi (34ยบ C).
Diposting oleh Niecha Bersabda Label:

0 komentar:

Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger templates.
Distributed by Deluxe Templates